cak nun.Dalam suatu forum saya bertanya"Apakah anda punya
tetangga?".
Dijawab serentak "Tentu punya"
"Punya istri enggak tetangga Anda?"
"Ya, punya doooong"
"Pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu?"
"Secara khusus, tak pernah melihat " kata hadirin
di forum
"Jari-jari kakinya lima atau tujuh? "
"Tidak pernah memperhatikan"
"Body-nya sexy enggak?" Hadirin tertawa lepas.
Dan saya lanjutkan tanpa menunggu jawaban mereka "Sexy
atau tidak bukan urusan kita, kan? Tidak usah kita perhatikan, tak usah kita
amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan atau perdebatkan. Biarin saja".
Keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang
lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana
yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa
istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan
didalam hati.
Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah
sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa
Islam itu benar, ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang Islam,
agama lain itu salah. Justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam. Tapi,
sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan,
diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.
Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan
jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai
istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya
karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter, umpamanya.
Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah
dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya.
cak nun.
Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal
motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk
mengantar istrinya ke rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju
misanya kehujanan, padahal waktunya mendesak, ia boleh pinjam baju
koko tetangganya yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada
orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian
bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan
bahan-bahan jualannya.
Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga Berbagai
parpol, golongan, aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang
usaha perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor
teologi masing-masing. Bisa memperbaiki pagar bersama-sama, bisa gugur gunung
membersihi kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple dan remi bersama.
Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik,
kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun. Jangankan kerja sama
dengan sesama manusia, sedangkan dengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama
nyingkal dan nggaru sawah. Itulah lingkaran tulus hati dengan hati.
cak nun.
maknyusssss
BalasHapus