cak nun.Dosa
struktural dipahami sesudah diketahui dan dialami bahwa sesudah
kehidupan ini dibangun dan dilaksanakan dengan menggunakan institusi
yang bernama Negara, dengan susunan dan tatanan unsur-unsur kehidupan
bermasyarakat - di bawah negara - yang dialektis dan terkait satu sama
lain, bahkan ada keterkaitan komprehensif antara Negara dengan Negara,
antara masyarakat dengan masyarakat. Fenomena globalisasi membuat
inter-relasi antara Negara dan masyarakat di sebagai bidang menjadi
hampir tak ada dindingnya lagi.
Kalau ada suatu
Negara dijajah oleh Negara lain dan itu membuat masyarakat Negara yang
dijajah itu menjadi miskin, tidak percaya diri dan serta tidak tertata
hidupnya; dan kalau dalam Islam dikenal adagium "kaadal faqru an-yakuuna
kufron", kemiskinan itu cenderung mendorong pelakunya ke
perbuata-perbuatan kufur - maka tidakkah logis kalau disimpulkan bahwa
para inisiator dan pelaku penjajahan itu turut bertanggung jawab atas
kekufuran masyarakat yang dijajah? Bahkan lebih dari itu, tidak
mungkinkah masyarakat penjajah menanggung dosa lebih besar karena justru
merekalah penyebab utama kekufuran masyarakat yang terjajah?
Kalau
dominasi produk budaya tertentu - umpamanya melalui media televisi --
membuat anak-anak kita rusak mentalnya, tidak terjaga iman dan jiwa
religiousnya, bahkan lantas memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup yang
menjauhkannya dari Allah - apakah anak-anak kita yang paling besar
menanggung dosanya, ataukah produser budaya itu yang akan lebih dihisab
oleh Allah? Dan ini juga berlaku pada semua sektor kehidupan di mana
pemegang mainstream pelaku destruksi-destruksi moral dan kemanusiaan.
Anak-anak muda yang rusak hidupnya, yang nyandu narkoba, yang
cengengesan karena tontonan-tontonan memang hanya mendidik mereka untuk
cengengesan, yang kehilangan masa depan, yang tidak perduli pada
kebenaran dan tidak menomer-satukan Tuhan - apakah mereka berdosa
sendirian?
cak nun.
Ini juga bisa terjadi pada skala yang
lebih kecil dalam kehidupan sehari-hari. Orang mencuri ada sebabnya,
orang menjadi rusak ada asal usulnya, bahkan tidak ada wanita yang
bercita-cita menjadi pelacur dan tidak ada lelaki yang berdegam-degam
hatinya karena punya cita-cita untuk merampok. Juga banyak
kejadian-kejadian kecil sehari-hari yang kita akrabi yang jika berupa
keburukan atau kejahatan - tidak serta merta kita hakimi sebagai suatu
perbuatan yang berdiri sendiri.
Anak-anak mengemis di
perempatan jalan, anak-anak menghisap narkoba, pemuda-pemudi melakukan
seks bebas: bisakah mereka disalahkan sendirian dan dihukum sendirian.
Bukankah ada keterkaitan struktural antara perbuatan mereka dengan
segala sesuatu, termasuk orang-orang dan system, yang menjadikan mereka
seperti itu. Bukankah sederhana saja untuk mengarifi itu: kalau ada
pejalan kaki terpeleset kakinya oleh kulit pisang, bisakah kita yakin
bahwa orang yang membuat kulit pisang itu bebas dari tanggung jawab atas
jatuhnya orang itu?
cak nun.
Kaos Dakwah Terbaru
BalasHapus