Tidak ada satu
peristiwa apa pun dalam kehidupan yang dihuni oleh manusia ini yang tidak
bersifat hijrah. Seandainya pun ada benda yang beku, diam dan seolah sunyi
abadi: ia tetap berhijrah dari jengkal waktu ke jengkal waktu berikutnya.
Orang jualan bakso
menghijrahkan bakso ke pembelinya, dan si pembeli menghijrahkan uang ke penjual
bakso. Orang buang ingus, buang air besar, melakukan transaksi, banking, ekspor
impor, suksesi politik, revolusi, apapun saja, adalah hijrah.
Inti ajaran Islam
adalah hijrah. Icon Islam bukan Muhammad,melainkan hijrah. Muhammad hanya
utusan, dan Allah dulu bisa memutuskan utusan itu Darsono atau Winnetou, tanpa
ummat manusia men-demo Tuhan kenapa bukan Muhammad. Oleh karena itu hari
lahirnya Muhammad saw. Tidak wajib diperingati. Juga tidak diletakkan sebagai
peristiwa nilai Islam. Hari lahir Muhammad kita ingat dan selenggarakan
peringatannya semata-mata sebagai peristiwa cinta dan ucapan terima kasih atas
jasa-jasanya melaksanakan perintah Tuhan.
12 Rabiul Awal bukan
hari besar Islam sebagaimana Natal bag ummat Kristiani. Sekali lagi, itu karena
Islam sangat
menghindarkan
ummatnya dari kultus individu. Wajah Muhammad tak boleh digambar. Muhammad
bukan founding father of islam. Muhammad bukan pencipta ajaran, melainkan
pembawa titipan. Tahun Masehi berdasarkan kelahiran Yesus Kristus, sementara
Tahun Hijriyah berdasarkan peristiwa hijrah Nabi, yang merupakan momentum
terpenting dari peta perjuangan nilainya.
Kesadaran hijriyah
menghindarkan ummat dari penyembahan individu, membawanya menyelam ke dalam
substansi ajaran -- siapa pun dulu yang diutus oleh Tuhan untuk membawanya.
Hijrah adalah pusat jaring nilai dan ilmu. Dari gerak dalam fisika dan
kosmologi hingga perubahan dan transformasi dalam kehidupan sosial manusia.
Manusia Muslim tinggal bersyukur bahwa wacana dasar hijrah sedemikian
bersahaja, bisa langsung dipakai untuk mempermatang cara memasak makanan, cara
menangani pendidikan anak-anak, cara mengurus organisasi dan negara.
Hijrah Muhammad saw.
dan kaum Anshor ke Madinah, di samping merupakan pelajaran tentang pluralisme
politik dan budaya, juga bermakna lebih esoterik dari itu.
Peristiwa Isra'
Mi'raj misalnya, bisa dirumuskan sebagai peristiwa hijrah, perpindahan, atau
lebih tepatnya
transformasi,
semacam proses perubahan atau 'penjelmaan' dari materi ke (menjadi) energi dan
ke (menjadi) cahaya.
Sebenarnya sederhana
saja. Kalau dalam ekonomi: uang itu materi, kalau diputar atau digerakkan atau
'dilemparkan' maka menjadi enerji. Itu kejadian isro' namanya. Tinggal kemudian
enerji ekonomi itu akan digunakan (dimi'rajkan) untuk
keputusan budaya
apa. Kalau sudah didagangkan dan labanya untuk beli motor: motornya dipakai untuk
membantu anak sekolah atau sesekali dipakai ke tempat pelacuran.
Di dalam teknologi,
tanah itu materi. Ia bisa ditransformasikan menjadi genting atau batu-bata.
Logam
menjadi handphone,
besi menjadi tiang listrik, atau apapun. Tinggal untuk apa atau ke mana
mi'rajnya.
Peristiwa isro'
bergaris horisontal. Negara-negara berteknologi tinggi adalah pelopor isro'
dalam pengertian ini.
Pertanyaannya
terletak pada garis vertikal tahap mi'raj sesudahnya. Kalau vertikal ke atas,
berarti transform ke atau
menjadi cahaya.
Artinya produk-produk teknologi didayagunakan untuk budaya kehidupan manusia
dan masyarakat yang menyehatkan jiwa raga mereka dunia akhirat. Kalau garis
vertikalnya ke bawah, berati transform ke atau menjadi kegelapan. Mesiu Cina
diimport ke Eropa menjadi peluru, meriam dan bom. Kita bisa dengan gampang
menghitung beribu macam produk teknologi isro' pemusnah manusia, perusak mental
dan moral masyarakat.
Dalam pengertian
umum dan baku selama ini, Isra' Mi'raj selain merupakan peristiwa besar dalam
sejarah, namun pada umumnya berhenti sebagai wacana dongeng, dan belum digali
simbol-simbol berharganya atas idealitas etos tranformatif.
Dalam kehidupan
sehari-hari, sesuai dengan rumus di atas, segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan manusia-baik di
bidang ekonomi,
politik, sosial budaya dan sebagainya-terjadi secara berputar membentuk
bulatan. Yang sehari-hari sajapun: badan kita (materi), tentu, jika tidak
diolah-ragakan (dienergikan), mengakibatkan tidak sehat. Tidak sehat adalah
kegelapan.
Setelah badan kita
sehat dan menyehatkan, lantas dipergunakan untuk kegiatan yang baik, yang
memproduk cahaya bagi batin kehidupan kita, serta bermanfaat seoptimal mungkin
bagi sesama manusia dan alam-lingkungan.
Kaos Dakwah Terbaru
BalasHapus